Nagarakretagama, Karya Indonesia yang Diingat Dunia

Bookmark and Share
Nagarakretagama, merupakan sumber pengetahuan mengenai Kerajaan Majapahit pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yang ditulis Mpu Prapanca.





Berlimpahnya kebudayaan Indonesia kembali diakui dunia. Kali ini, lewat Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), dua naskah kuno dari Nusantara,Babad Diponegoro dan Nagarakretagama, masuk dalam daftar Memory of the World -MOW- (Daftar Ingatan Dunia), Kamis (20/6).


Babad Diponegoro dan Nagarakretagama masuk dalam kategori ini bersama dengan 52 dokumen lainnya dari berbagai negara. Naskah kuno yang pertama disebut merupakan tulisan tangan Pangeran Diponegoro saat Belanda mengasingkannya ke Manado, Sulawesi Utara, pada Mei 1831 hingga Februari 1832.


Sedangkan naskah kedua, Nagarakretagama, merupakan sumber pengetahuan mengenai Kerajaan Majapahit pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yang ditulis Mpu Prapanca. Karya sastra ini merupakan yang tertua dalam sastra Jawa kuna.


Hadi Sidomulyo, budayawan Inggris bernama asli Nigel Bullogh, menuliskan di bukunya,Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca, bahwa Nagarakretagama sangat kaya informasi. Hadi kemudian melakukan rekam ulang perjalanan Hayam Wuruk yang tertulis dalam kitab tersebut.


Mpu Prapanca sebagai penulisnya, juga cerdas menggunakan kesempatan menulisNagarakretagama untuk mendaftarkan ratusan desa yang terletak di wilayah inti Kerajaan Majapahit, bahkan sampai negara-negara tetangga.


Naskah Nagarakretagama sendiri pertama kali ditemukan di Lombok pada tahun 1894. Selama lebih tiga perempat abad kemudian, penelitian terhadap kakawin Nagarakretagamahanya berpangkal pada naskah yang ditemukan di Lombok ini saja. Hingga pada tahun 1978, ditemukan sejumlah naskah sama di bagian timur Bali, yang akhirnya mendorong adanya studi banding dengan naskah lama.




Slamet Muljana, profesor dari Universitas Indonesia, menuliskan buku Tafsir Sejarah Nagarakretagama yang kerap jadi referensi mengenai perjalanan Majapahit. Di sini, secara mendetail, ia menuliskan betapa Nagarakretagama terdiri dari 98 pupuh. Terbagi dengan sangat rapi --mengindikasikan bahwa Mpu Prapanca berprofesi ganda: pujangga keraton dan pemegang jabatan administratif pemerintahan.

Pupuh satu sampai tujuh menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh tujuh sampai 16, menjelaskan kota dan wilayah Majapait. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan perjalanan keliling ke Lumajang. Pupuh 40 - 49, menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk.

"Itulah bagian pertama Nagarakretagama, jumlahnya 49 pupuh tepat, separo dari keseluruhan pupuh Nagarakretagama," tulis Muljana.

Diabaikan
Malang bagi karya budaya Indonesia ini, masih banyak pihak yang mengabaikannya, termasuk Pemerintah. Padahal, dalam naskah kuno itu tersimpan nilai-nilai luhur sejarah, gambaran dan kearifan lokal, hinggga naskah yang mencatat soal pengobatan.

"Pemerintah harus berperan aktif dalam pelestarian naskah-naskah kuno tersebut," kata Guru Besar Departemen Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Titik Pudjiastuti, seperti dilansir Kompas, Senin (24/6).

Selama ini, menurut Titik, Indonesia sudah memiliki Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Tetapi karena dianggap hanya mengatur benda-benda arkeologi, pemilik naskah kuno yang semestinya merupakan produk sebuah kebudayaan tidak mengetahu kewajiban mereka.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar